Jumat, 18 Juli 2014

Déjà Vu Ayana-sama [Fanfiction JKT48]




Di semester awal, Ayana dan Natalia deket sama Acha dan Ikha. Seperti pemandangan pada umumnya, semua mahasiswa beradaptasi.
“Ay, dosen teamnya Bu Shahab hari ini masuk kan?” Acha kepo.
“Denger- denger sih gitu, jangan bilang kalau kamu mau gebet dia.” Ayana curiga.
“Acha emang gitu Ay, gak pernah mau nglewatin kesempatan emas.” Ikha nyindir.
“Gebet itu apa?” Natalia bingung.
“Gebet itu menarget Nat.” Acha mengartikan.
“Menarget itu apa?” Natalia masih bingung.
“Menarget itu ingin mendapatkan sesuatu itu Natalia.” Ayana menjelaskan.
“Lah, Cuma Ayana yang bener. Acha mah gak pernah bener.” Ikha tertawa dan semua tertawa.
Beberapa menit kemudian seorang dosen masuk ke kelas, tapi bukan Bu Shahab seperti biasanya.
“Selamat pagi. . .”
“Pagi pak. . .”
“Pagi ini Bu Shahab gak bisa masuk, jadi saya yang ngisi jamnya Bu Shahab. Bu Shahab sudah pernah cerita tentang saya?” dosen itu mencairkan suasana.
“Kenalan lagi pak!” Hanna sekertaris kelas udah nyiapin pulpen buat nyatet.
“Yaudah, nama bapak Beichrul Idzana. Panggil aja Pak Dana.” Pak Dana memperkenalkan diri.
“Ih, susah banget sensei.” Natalia kesulitan.
“Kamu mahasiswa yang asli dari Jepang ya?” Pak Dana menunjuk Natalia.
“Iya, Dana-sensei lulus dari mana?” Natalia masih penasaran.
“Bapak S1 disini ngambil pendidikan sains, lanjut S2 di Universitas Osaka Jepang ngambil sains juga. Bapak baru lulus tahun ini terus nglamar jadi dosen disini dan diterima.” Pak Dana cerita.
“Berarti sekampus sama Ayana dan Natalia dong pak?” Acha memastikan.
“Tapi bapak ngambil sains terus, sekarang kok jadi dosen sastra Jepang pak?” Ikha heran.
“Bapak balik kesini ngejar cinta bapak.” Pak Dana tersenyum.
“Ciee. . .” semua mahasiswa menyoraki.
“Oh iya, Ayana asli Jepang juga kayak Natalia?” Pak Dana ingin tau.
“Mama Jepang, Papa Indonesia.” dengan singkat Ayana menjawab.
“Pak, kok aku gak dikepoin?” Acha menyahut.
“Bentar pak, Ay kamu lahir di Jepang, besar disini, SMA di Jepang?” Hanna memotong pembicaraan.
“Iya, kok tau?” Ayana bingung.
“Aku temenmu SD Ay, lanjutin ngobrol abis mata kuliah ini ya? Kangen banget aku.” Hanna seneng.
“Pak, kalau kesini ngejar cintanya. Berarti Acha patah hati dong?” Ikha tertawa dan sekelas ikut tertawa.
                                                                                *              *              *
“Ay, aku Jennifer Hanna, pasti gak inget ya? Pulang dari Jepang makin cantik aja kamu.” Hanna ngajak ngobrol.
“Dulu panggilan kamu kan Jennifer, ya mmaf kalau aku lupa. Kamu juga makin cantik kok.” Ayana nostalgia.
“Halo aku Natalia temen Ayana dari Jepang.” Natalia mengulurkan tangan.
“Wih, Ayana bawa pulang temen. Bawa pulang pacar juga gak?” Hanna bercanda.
“Enggak lah Han, aku masih nungguin Kak Dana.” Ayana sedih.
“Kak Dana cinta monyet kamu Ay? Kakak kelas kita dulu? Ayolah Ay, itu Cuma kenangan masa kecil kita.” Hanna heran.
“Gak tau Han, belum bisa move on aku.” Ayana serius.
“Dana guru kita?” Natalia bertanya.
“Bukan Nat, Cuma namanya aja sama. Berarti Ayana jomblo dari lahir?” Hanna tertawa.
“Jomblo itu apa?” Natalia bingung lagi. Ayana dan Hanna tertawa, Natalia ikut tertawa.
                                                                                *              *              *
“Siang anak-anak. . .”
“Siang pak. . .”
“Kelas ini siapa yang mewakili PORFAK besok?” Pak Dana bertanya.
“Ayana sama Natalia pak!” Acha menjawab.
“Kita kan punya 2 artis Jepang, biar kelas ini terkenal juga pak.” Ikha semangat.
“Kok Cuma 2 orang?  Mau nampilin apa?” Pak Dana masih penasaran.
“Natalia main biola dan Ayana baca puisi pak. Bapak harus lihat 2 artis ini.” Acha sponsor.
“Tapi puisinya yang buat Natalia pak, dia seniman banget pokoknya.” Ayana memuji.
“Puisinya bahasa Jepang?” Pak Dana bingung.
“Di translate lah pak,bisa gila semua kalau pakek bahasa Jepang.” Ikha tertawa.
“Puisi itu untuk Dana-sensei.” Natalia tersenyum malu.
“Terimakasih Natalia, besok bapak lihat kamu.” Pak Dana menghargai.
“Cuma lihat Natalia aja nih pak?” Hanna menggoda.
“Nama bapak kan gak ada di kosakata Jepang, emang Natalia bisa baca?” Pak Dana meledek.
“Kan dibaca Ayana, sensei.” Natalia membela diri.
“Coba bapak pengen denger kamu nyebutin nama lengkap bapak .” Pak Dana siap tertawa.
Ayana menulis nama lengkap Pak Dana dan diberikan ke Natalia.
“Be-ich-rul Id-za-na. Ih susah banget sensei.” Natalia jengkel, tapi seisi kelas tertawa termasuk Pak Dana.
                                                                                *              *              *
Sensei. . .
Kau tudung sutra senjaku
Dadamu selalu memerdu lagu
Bagai air yang tenang
Serta angin yang mendayu
                Walau desir hari lari berenang
                Dipukul angin yang terpendam
                Sepi menyanyi menyinggung muram
                Menggelepar di tengah malam buta
Di batas pernyataan dan impian
Pada cerita dari segala Nampak
Bersandar pada tari warna pelangi
Aku tidak lagi meraih petang
                Sensei. . .
                Secoret kata ini menghampirimu
                Hidup hanya menunda kekalahan
                Tapi sendu penghabisan terdekap
                Menghembus diri dalam percaya
Semua memberikan tepuk tangan, bukan hanya karena kecantikan Ayana dan Natalia, tapi juga karena penampilannya yang sangat memukau. Semua penonton terbius.
“Kayaknya Natalia gak Cuma ngefans sama Pak Dana deh, tapi Natalia suka beneran.” Acha setengah gak percaya.
“Iya Cha, Natalia juga bilang orang yang giginya gak rata itu di Jepang dianggap istimewa. Nah gigi gingsulnya Pak Dana yang bikin manis.” Ikha juga gak percaya.
Tiba-tiba dari belakang, Pak Dana menghampiri Acha dan Ikha, “Bapak pengen bicara sama kalian, nanti malem ketemu ditaman ya. Gak enak kalau ngobrol di kampus.”
“Bahas apa pak? Kayaknya serius banget.” Acha penasaran.
“Nanti ditaman aja, tapi yang dateng kalian berdua, jangan bawa temen lagi apalagi Cuma dateng sendiri.” Pak Dana serius.
                                                                                *              *              *
“Acha, Ikha, ini ngobrol sebagai temen ya. Aku bingung sama Ayana dan Natalia. Aku, Ayana, sama Hanna dulu 1 sekolahan waktu SD.” Dana curhat.
“Wah cerita seru nih kayaknya, terus?” Acha serius dengerin.
“Ayana itu cinta yang aku kejar sampek kesini, dia yang buat aku ada disini sekarang. Dulu waktu SD, Ayana suka sama aku. Terus Hanna dan temen-temennya sekelas nyomblangin aku sama Ayana, tapi abis aku lulus SD, kami gak pernah ketemu lagi. Ayana pasti lupa sama wajahku, aku lihat Ayana di Jepang karena Ayana berprestasi dan Ayana terkenal, baru aku inget kalau Ayana dulu adek kelasku SD. Aku nyari info tentang Ayana, Ayana direkomendasikan untuk sekalian masuk kuliah disitu juga, tapi Natalia pengen ke Indonesia dan mereka berdua ketrima kuliah disini, jadi aku nglamar jadi dosen disini juga.” Dana menahan tangis.
“So sweet. . .” Ikha kagum.
“Eh, jangan dipotong dulu Kha.” Acha serius.
“Awalnya aku mau curhat ke Hanna, waktu aku tau kalau Hanna temen SDnya Ayana. Tapi aku gak enak sama Natalia, kelihatannya Natalia beneran suka sama aku. Gimana aku mau jujur sama Ayana?” Dana sedih.
“Saranku sih, mending kamu jujur sama Ayana dan Hanna. Tapi Natalia jangan tau dulu.” Ikha pendapat.
“Tapi statusku disini dosen dan kalian mahasiswa. Rencanaku mau langsung nglamar Ayana pas Ayana wisuda S1.” Dana bingung.
“Tapi mulu nih, kelamaan. Apa kamu gak pengen pacaran dulu sama Ayana? Jangan langsung nglamar aja.” Acha saran.
“Gak bisa, Natalia sama Ayana kemana – mana selalu berdua, mereka juga serumah.” Dana mkin bingung.
“Yaudah sms aja, gitu kok repot.” Ikha gemes.
“Takut dibaca Natalia.” Dana ngelak.
“Telfon, telfon?” Acha mikir.
“Kalau Natalia denger?” Dana takut.
“Ya jangan sampek denger, ini nomernya Ayana. Pokok besok harus ditelfon.” Ikha maksa.
                                                                                *              *              *
“Ayana?”
“Iya?”
“Ini pak Dana, besok malem bisa ketemu?”
“Bisa pak, maaf sebelumnya kok harus malam ya?”
“Ada yang penting, mau bapak sampaikan.”
“Di kampus pak?”
“Jangan Ay, diluar aja. Tapi jangan sama Natalia ya, ajak Hanna aja atau siapa gitu.”
“Saya jadi takut pak, kenapa gak ngomong sekarang aja?”
“Gak enak kalau di telfon.”
“Tapi kasihan Natalia kalau malem sendirian dirumah pak, udah biasa sama – sama.”
“Besok bapak minta Acha sama buat semenin Natalia, ini penting Ay.”
“Loh kok bapak deket sama Ikha sama Acha? Aku tambah bingung pak.”
“Beok bapak jelasin semuanya, jam 8 di taman ya.”
                                                                                *              *              *
“Maaf pak, sudah dari tadi bapak disini?” Hanna gak enak.
“Belum lama kok, duduk aja. Jangan panggil pak ya, ini kan udah gak di kampus.” Dana mempersilahkan dengan ramahnya.
“Mau ngomong apa Dan?” Ayana duduk sambil menatap Dana serius.
“Aku Dana kakak kelasmu SD dulu Ay. Waktu aku tau kalau kamu sekolah SMA di kampusku, aku yakin kalau kita jodoh karena kita ketemu lagi. Aku sempet kecewa kenapa kamu lupa sama aku.” Dana jujur.
“Lupa? Berarti kamu kira aku pernah inget kamu gitu? Sama sekali enggak Dan!” Ayana menahan air mata dan membuang muka.
“Aku yakin kalau aku itu cinta pertama dan terakhirmu, kamu belum pernah pacaran kan Ay? Karena hatimu Cuma buat aku, kenapa kamu gak seneng setelah tau kalau ini aku, Dana-mu Ay.” Dana meyakinkan.
“Aku capek Dan, aku capek nungguin kamu. Terus, setelah aku seneng kalau Natalia suka sama kamu, aku juga harus seneng kalau kamu suka sama aku?” air mata Ayana ngalir.
“Orang Jepang udah biasa gitu Ay, kamu mau ngorbanin perasaanmu gitu aja? Aku gak mau Ay.” Dana sedih.
“Maaf ikut campur, kenapa kalian berdua gak pernah berubah? Jangan pada gengsi kenapa? Akui aja kalau saling cinta, gak mau kehilangan. Jangan bawa – bawa Natalia buat kambing hitam, tinggal pacaran apa susahnya?” Hanna emosi.
“Kalian egois! Lebih baik aku kehilangan Dana daripada kehilangan Natalia!” Ayana juga emosi.
Dana memeluk Ayana, “I love you Ayana-sama, I love you Ayana-sama. Aku pengen hidup sama kamu, aku pengen anak – anakku lahir dari dari rahimmu.”
Airmata Ayana makin deras, “ Cuma kamu yang panggil aku Ayana-sama Dan, Cuma kamu. Aku kangen banget.”
“Udah, kalian resmi jadian. Yang jadian siapa, yang resmiin siapa. Yaudah ngomongnya ke Natalia pelan – pelan aja, jangan besok tapi ya jangan lama – lama juga. Aku bantu kok, aku yakin Acha sama Ikha juga mau bantu.” Hanna tersenyum lega.
                                                                                *              *              *
Di kampus, Ayana sangat merasa bersalah sama Natalia.
“Ayana sakit? Ayo pulang.” Natalia khawatir.
“Enggak Natalia, masak gak ikut mata kuliahnya pak Beichrul Idzana sih? Kan saying, hayo nyesel loh.” Ayana menutupi.
Acha berbisik ke Ayana, “Nyantai aja Ay.”
“Sore anak – anak, , ,”
“Sore pak, , ,”
“Ayana kok pucet?” pak Dana khawatir.
“Terlalu seneng pak!” Ikha bercanda.
“Ayana capek mungkin pak, tadi malam main sama saya pulangnya larut malam soalnya.” Hanna cari alas an.
“Pusing dikit pak, mereka terlalu berlebihan. Jangan disengerin.” Ayana gak berani natap mata pak Dana.
Waktu kuliah berlangsung, Natalia angkat tangan, “Sensei, kok Ayana sama Dana-sensei dari tadi sama – sama pegang hp terus?”
“Jodoh mungkin Nat!” Acha bercanda dan temen sekelas tertawa.
“Perasaan Natalia juga main hp, tapi gak terus – terus. Berarti juga jodoh, tapi gak terus.” Ikha menyahut dan semua tertawa.
                                                                                *              *              *
“Ayana, aku ngajak kamu, Hanna, Ikha, Acha, dan Natalia makan disini karena kami udah gak sanggup lihat kamu murung terus nyembunyiin ini semua dari Natalia. Kita harus jujur sama Natalia.” Dana bicara serius.
“Aku gak tega, terserah kalian aja.” Ayana tertunduk dan memeluk badan.
“Ada apa?” Natalia gak ngerti karena percakapan mereka tarlalu panjang dan cepet,.
“Ayana dan Dana udah lama pacaran.” Hanna memulai.
“Ayana jahat!” Natalia kaget.
“Kami gak bisa jujur ke kamu karena kamu terlalu egois Nat. Kami saying sama kamu, tapi jangan mentang – mentang kamu dari Jepang, kamu bisa manja dan kami selalu ngertiin kamu!” Acha jujur dengan kata yang pelan tapi nada emosi.
“Aku egois? Aku cinta sama Dana-sensei, baru kali ini aku ketemu orang kayak dia. Di Jepang gak ada orang seperti Dana-sensei.” Natalia sedih.
“Tapi kamu gak beragama Nat, kalian gak bisa sama – sama, jangan keras kepala Nat!” Ikha ikut emosi.
“Aku mau punya agama seperti kalian, asalkan hidup sama Dana-sensei.” Natalia bersikeras.
“Jangan kayak anak kecil Nat, kamu gak mikir perasaan Ayana?” Hanna kesal.
“Semuanya marah, semua benci aku. Kenapa semua saying Ayana? Papa mama, guru – guru di Jepang, teman – teman, semuanya Ayana terus. Aku kapan? Gak ada yang cinta aku, aku iri sama Ayana. Ayana baik, pintar, cantik, aku selalu jahat. Kalau aku pulang ke Jepang, semua tanya Ayana dimana, gak ada yang Tanya kabar aku.” Haruka menangis.
“Aku cinta sama Natalia sebagai murid saja, maaf ya. Aku juga gak mau kamu cinta sama aku Nat, aku Cuma pengen bahagia sama Ayana.” Dana pelan dan sabar.
“Aku mau nikah sama Dana asalkah Dana mau nikahin Natalia juga!” Ayana mutusin dengan tegas.
“Haa???!” Semua gak nyangka.
“Aku setuju asalkan gak ada yang terluka.” Dana nurut.
Natalia meluk Dana senang.


---- End ----
Mohon Maaf Jika ada kesamaan tokoh dalam fanfict ini, ini hanya fikti belaka jadi jangan dianggap betul ya ^_^ Arigatou
Bantu Admin ya buat share fanfict ini melalui g+ , Facebook, ataupun Twitter jadi mohon kerjasamanya ya
Jika Fanfictnya Pendek mohon maaf ya Arigatou ^_^ 
by @cinguk48

0 komentar:

Posting Komentar